Mengumpulkan Uang Demi Membeli Mainan Kesukaan

Ani pagi ini berangkat ke sekolah diantar ibunya naik sepeda. Seperti biasa, ibunya singgah dulu di toko Pak Udin untuk menyerahkan rempeyek renyah dan enak. Rempeyek buatan ibunya memang selalu habis.

Setiap pagi harus di kirim sembari mengantarnya ke sekolah.



Penghasilan rempeyek sangat membantu keuangan keluarganya. Mampu meringankan tugas bapaknya mencari rejeki.
Anipun mengerti keadaan dan tidak mau rewel minta ini itu.

Tiba-tiba mata Ani terpaku ke sosok baru. Bagus, itulah kesan yang muncul dibenaknya. Boneka ini cantik, ingin sekali memilikinya.
Tapi, melihat harganya Rp. 50.000,- hatinya mencelos tidak berdaya.

Itu terlalu mahal.

Tidak mungkin meminta ke ibu.

Menelan ludah menjadi pelampiasan saat itu. Tapi ia tidak mau menyerah, boneka itu seakan berkata mau menunggu Ani kapanpun ia bisa membeli.
Janji tidak terucap iniipun disambut olehnya.

Ada ide

Sepanjang perjalanan, otaknya sibuk memilah-milah ide. Tidakkah ada satu carapun? Mukanya rumit penuh kerutan.

Aha...
Dapat satu...

Senyumnya sumringah, ia akan berkorban demi mainan favoritnya.

Hari demi hari berlalu, boneka itu masih tersenyum manis di tempatnya. Ia bersyukur karena belum ada yang membelinya.
Seakan boneka itu tidak mau diambil selain dirinya.

Dan setiap pulang sekolah, tidak lupa ia menyelipkan selembar uang seribuan ke kaleng bekas jajan. Bekal seribu lima ratus setiap hari, disisihkan demi tujuannya.
Sekarang seribuan yang ke-49.

Besok ia akan menjemput boneka cantiknya.

Ia tidak bisa tidur. 
Pikirannya sibuk merangkai rencana apa yang akan dilakukan bersama mainannya. Apa yang akan mereka lakukan, apa yang akan mereka obrolkan dan apa apa lainnya.

Saat penjemputan

Besoknya, seperti biasa ibunya berhenti di toko Pak Udin. 
Yes..
Boneka itu masih tersenyum manis kepadanya.
Hati Ani semakin senang.

Melalui tatapannya, Ani meminta boneka itu untuk bersabar sebentar lagi.

Sampai di sekolah, ibunya memberikan bekal seperti biasa, Rp. 1.500,-. Uang yang seribu segera ia masukkan ke dalam amplop yang sebelumnya sudah disesaki 49 lembar seribuan lainnya.
Genap sudah uangnya.

Sepanjang pelajaran, ia tersenyum dan bahagia. Tidak sabar segera pulang dan membeli boneka idamannya. 

Akhirnya bel pulang berteriak. Memberi tahu bahwa Ani bisa segera mengambil idamannya. 
Dengan langkah gegap gempita ia masuk ke toko Pak Udin.

Jreng...
Tubuhnya kaku...
Matanya kelu.

Boneka itu hilang.
Apakah Pak Udin memindahkannya?

Benar saja, 
Pak Udin sudah memindahkan boneka itu ke tangan orang yang tadi pagi membelinya. 

Perasaannya campur aduk, bingung, kecewa dan marah. Bagaimana boneka itu sanggup mengkhianati kepercayaan yang sudah ia berikan.
Rasanya perih...

Penantian lamanya percuma.

Ia pasrah.

Sampai di rumah, ia terlihat malas. Ibunya disapa seadanya, tanpa senyum dan ceria. Berlindung di balik tembok kamar menjadi pilihannya.

Kreekkk...
Dibukanya pintu kamar.

Ia terkejut tidak percaya. Bagaimana bisa senyum yang dilihatnya setiap pagi hadir di kamar ini. Boneka idamannya duduk manis di atas meja belajarnya.
Tidak sabar ingin didekapnya.

Ani lari berhamburan. 
Dipeluk erat boneka itu. Bagaimana idamannya ada di kamar? 

Tak berselang lama, ibunya masuk dan memberikan selamat karena sudah mendapatkan mainan favoritnya.
Raut muka muram sudah hilang di wajah anak gadisnya.

Berondong tanya langsung Ani arahkan ke ibunya. Apa sebenarnya yang terjadi??
Dengan tenang dijelaskannya ke Ani kalau ialah yang membeli boneka itu tadi pagi.

Kemudian, ibunya tahu kalau Ani tersenyum kepada boneka ini setiap hari. Inilah hadiah kepada Ani yang selalu rajin belajar dan membantu orang tua serta tidak pernah cengeng.

Ani menangis dan memeluk ibunya sambil mengucapkan terima kasih..

Baca juga ya :

2 comments for "Mengumpulkan Uang Demi Membeli Mainan Kesukaan"